Info&tanya jawab

Senin, 29 April 2019

Dedikasi di Tengah Keterbatasan: Catatan Guru Kampung


Oleh: Alfius Sabon
Sebagian orang menganggap guru itu adalah sebuah profesi yang melelahkan tanpa gaji yang besar. Profesi yang gajinya tak cukup untuk membeli sebuah mobil yang mewah. Guru hanyalah sebuah kata sederhana tapi arti keberadaannya tak sesederhana kata yang dimilikinya.

Terdapat sebuah film yang diadopsi dari buku yang diterbitkan tahun 1999 yang berjudul “The Freedom Writers Diary”. Film itu berjudul “Freedom Writers”, yang disutradarai oleh Danny Devito, Michael Shamberg, Stacey Sher. Di film ini menceritakan tentang perjuangan seorang guru dalam menghadapi sebuah kelas yang di mana muridnya serba tak terarah dan teratur.

Keadaan murid-muridnya yang mempertaruhkan nyawa mereka demi melindungi sesama rasnya. Pembunuhan dan penembakan yang beredar di mana-mana, yang tak jarang akan merenggut nyawa mereka setiap saat. Mereka hidup dalam kebencian, balas dendam, saling membentuk geng, permusuhan antara siswa yang berkulit hitam dengan yang berkulit putih, bahkan saling membunuh. Nah anak-anak inilah yang dihadapi guru tersebut di dalam kelas.


Berbagai metode pengajaran yang diajarkannya untuk merubah mindset siswa-siswanya bahwa siswanya itu istimewa. Siswa-siswa yang tidak memiliki asa untuk menatap masa depan, di otak mereka itu hanyalah bagaimana mereka bisa hidup lebih lama. Guru yang harus bekerja paruh waktu ke dalam 3 pekerjaan untuk membelikan buku kepada siswa-siswanya, guru yang tak didukung oleh kepala sekolahnya, dan bahkan dia harus kehilangan suami yang sangat dicintainya demi siswa-siswanya.

Berbagai cara dilakukannya agar pendidikan itu terserap oleh siswanya, agar siswanya menyadari bahwa apapun dan bagaimanapun masa lalu mereka, anggap itu sudah usai. Tak henti-hentinya dia memberikan penguatan kepada siswa-siswanya. Dan pada akhirnya dia sangat dicintai oleh siswa-siswanya bahkan juga murid yang bukan berasal dari kelas itu. Siswa di kelas lain pindah ke kelas guru tersebut, karena mereka tertarik dengan pengajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

Di lingkungan kita hal seperti itupun terjadi, banyak siswa yang kurang memperhatikan gurunya saat belajar, dengan membawa masalah masing-masing ke sekolah. Berbagai polemik bisa saja muncul di sekolah. Jarak antara sekolah dengan rumah, gaji yang sedikit merupakan salah satu faktor yang menghambat kinerja guru sekarang ini.

Hal itu tidak dipungkiri jika mereka kadang tak optimal melakukan pekerjaannya, karena sekarang ini segalanya memerlukan uang tapi ketika menelusuri jauh ke dalam fungsi kita sebagai guru maka hal tersebut bukanlah sebuah kendala yang berarti untuk tetap mendedikasikan seluruh waktu, pikiran dan tenaganya untuk peserta didiknya. Ketika dedikasi tinggi itu sudah tertanam di hati seorang guru maka yakin dan percaya kesuksesan bangsa akan semakin digenggam. Peserta didik kita akan menjadi benih-benih yang akan tumbuh menjadi pundi-pundi aset negara.

Oleh karena itu, mari kita beri apresiasi setinggi-tingginya bagi para guru se-Indonesia yang telah bersusah payah mendidik dan menyiapkan generasi cerdas masa depan. Mereka layak mendapat tanda kehormatan sebagai pejuang pendidikan bangsa.

------------------------------------------------------------------------

Secara khusus bagi para guru SD Inpres Watobuku-Lamakera, yang telah menyiapkan ruang belajar kreatif. Semangat, kreatifitas dan dedikasi mereka yang tak luntur demi menciptakan ruang belajar kreatif dan inovatif bagi muridnya patut diberi apresiasi. Semboyan yang melekat dalam diri mereka "pantang pulang sebelum berhasil" menjadi nutrisi penyemangat dikala lelah. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga dan biaya agar tersedianya ruang belajar yang layak bagi anak-anak di Lamakera.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar